Siapa Bilang HMI Pluralis?

Oleh hminews
Dalam artikel HMI antara Harapan dan Kritik,'' Muhammad Nasih banyak mengupas tentang eksistensi HMI sebagai organisasi kemahasiswaan tertua dan terbesar di Indonesia. Selain itu juga mengakui atas dosa-dosa'' yang telah dilakukan terhadap para pendahulunya.



Namun, dalam tulisan itu saya masih melihat ada ketidaksesuaian dengan realitas. Pada tulisan ini, saya akan menunjukkan kesalahan-kesalahan itu sebagai catatan bagi tulisan Muhammad Nasih, sekaligus sebagai kritik untuk HMI dan KAHMI.

Pada alinea kelima tertulis, Satu kekuatan yang paling fundamental, pluralitas anggota. Tanpa pandang bulu, HMI mengakomodasi mahasiswa dari berbagai latar belakang.'' Hal ini sangat jauh dari kebenaran. HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang salah satu ruang geraknya, keagamaan Islam. Sebagai konsekuensi logis, mahasiswa yang tidak beragama Islam (nonmuslim) dilarang keras untuk masuk ke dalamnya. Ini kesalahan pertama.

Ketidaksesuaian kedua pada alinea kedelapan. Di situ ditulis, Karena pluraritas ini, muncul benturan-benturan pemikiran para anggota yang memunculkan dialektika pemikiran, sehingga membuat organisasi menjadi sangat dinamis, dan juga sekaligus moderat.''

Yang menjadi pertanyaan reflektif dari kalimat itu, mengapa HMI kini terpecah menjadi HMI Dipo dan HMI MPO? Di manakah letak kemoderatan organisasi?

Dengan perpecahan itu, jelas tidak bisa dikatakan kalau HMI mengakomodasi pluralitas pemikiran sehingga tidak pantas dikatakan sebagai organisasi moderat.

Sudah menjadi rahasia umum, penyebab perpecahan itu perbedaan pemikiran terutama di bidang keagamaan. HMI MPO tidak mau mengambil risiko dengan mengatakan, Islam tidak mewajibkan wanita berjilbab. Sebaliknya, HMI DIPO berpedoman, Alquran tidak mewajibkan wanita untuk berjilbab, hanya menghimbau.

Dengan demikian, benar apa yang Muhammad Nasih tulis sebagai kritikan kedua, HMI mengalami krisis religiusitas. Dalam hal ini tentu HMI DIPO. Kritik dia itu akan tidak berlaku jika ditujukan kepada HMI MPO.

HMI-KAHMI

Bentuk penguatan terhadap tulisan Muhammad Nasih dengan mengutip statemen Cak Nur, Pemikiran dalam HMI sangat beragam dari ekstrem kiri sampai ekstrem kanan sehingga HMI bak laboratorium tradisi perbedaan,'' merupakan pernyataan yang pada saat ini kurang pada tempatnya. Pernyataan Cak Nur itu akan benar jika untuk menilai HMI pada masa lampau ketika HMI masih satu.

Kesalahan ketiga terdapat dalam alinea ketujuh. Muhammad Nasih telah merasa meng-counter pendapat, HMI itu onderbouw Muhammadiyah. Selain juga, dalam alinea lain, tentang ketiadaan hubungan struktural antara HMI dan KAHMI sehingga sangat tidak mungkin jika keberadaan KAHMI berpengaruh terhadap independensi organisasi HMI.

Saya berikan sebuah wacana, terdapat hubungan yang sangat jelas antara HMI, KAHMI, dan Muhammadiyah.

Tulisan Muhammad Nasih, Tidak ada hubungan struktural antara HMI dan KAHMI, walaupun keduanya sama-sama sedang dan pernah berada pada kawah candradimuka yang satu,'' memang sesuatu yang benar.

Namun bila dikemukakan KAHMI tidak mempunyai pengaruh kuat terhadap independensi organisasi HMI, itu merupakan suatu pernyataan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Memang secara struktural HMI dengan KAHMI tidak ada hubungan, tetapi secara emosional jelas-jelas terdapat hubungan yang sangat erat.

Diakui atau tidak, KAHMI masih memiliki sense of belonging yang kuat terhadap HMI. Karena HMI-lah yang telah membidani kelahiran KAHMI. Demikian juga sebaliknya, sangat besar jasa yang telah diberikan KAHMI terhadap eksistensi HMI.

Tidak ada pemberian gratis. Mungkin ini sebuah ungkapan yang tepat bagi hubungan HMI dan KAHMI. Selama ini, HMI selalu mendapatkan kucuran dana yang besar dari KAHMI. Entah berupa uang tunai dari kantung para anggotanya, ataupun berupa disposisi bagi yang kebetulan berada di lembaga pemerintahan.

KAHMI-Muhammadiyyah

Entah kalangan mana yang mengatakan, HMI onderbouw Muhammadiyah. Yang jelas, Muhammad Nasih merasa meng-counter pendapat itu yang sangat mungkin muncul dari tubuh HMI.

Memang benar adanya, mahasiswa Muhammadiyah telah menghimpun diri dalam salah satu ortom yang ada di Muhammadiyyah, yakni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Namun bukan berarti Muhammadiyyah hanya akan merekrut kader (anggota) dari ortom-ortomnya saja, dan menutup diri untuk tidak menerima kader dari organisasi nonmuhammadiyah.

Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan senantiasa membuka diri untuk menerima kader dari kalangan mana pun sejauh masih beragama Islam, baik dari kalangan NU, abangan (nasionalis), maupun orang yang baru saja pindah dari agama lain. Terlebih lagi anggota KAHMI.

Kondisi semacam itulah yang kemudian menarik para anggota KAHMI berlomba-lomba'' untuk dapat menjadi pimpinan di Muhammadiyah.

Entah apa sebabnya, hampir tidak ada mantan aktivis HMI (anggota KAHMI) yang berusaha untuk masuk ke organisasi NU. Padahal, seperti dijelaskan Muhammad Nasib, anggota HMI mayoritas berasal dari kalangan NU.

Malik Fadjar, salah satu contoh dari sekian banyak anggota KAHMI yang melibatkan diri dalam Muhammadiyah. Dalam Muktamar Ke-44 Muhammadiyah di Jakarta, Malik bahkan berani mengajukan diri sebagai calon ketua PP Muhammadiyah meskipun akhirnya gagal.

Anggota KAHMI, entah apa pun alasannya, akan selalu berusaha untuk menjadi penguasa, di mana saja mereka berada, baik itu Muhammadiyah, IDI, pemerintahan, maupun organisasi lain.

Ini dapat dimaklumi karena KAHMI sebenarnya hanya organisasi silaturahmi, tanpa ada bidang garapan yang riil sebagaimana Muhammadiyah, juga organisasi-organisasi lain.

Memang benar apa yang Muhammad Nasih tulis, HMI bukan onderbouw Muhammadiyah. Namun jika dikatakan HMI onderbouw anggota KAHMI yang menyusup dalam tubuh Muhammadiyah, itu merupakan suatu hal yang sangat tidak dapat dimungkiri kebenarannya.

Akhirnya, jika memang HMI merasa gengsi ataupun ketakutan untuk dikatakan sebagai onderbouw Muhammadiyah, anggota KAHMI harus memberanikan diri untuk tidak menyusup ke tubuh Muhammadiyah.

Sebagaimana pernah dilarang oleh Cak Nur sewaktu masih menjabat ketua, yang mengharamkan'' anggota HMI masuk ke Mu hammadiyah. Kemudian direspons oleh Amien Rais yang murtad'' dari HMI lalu mendirikan IMM dengan melarang orang Muhammadiyah masuk HMI.

Beranikah HMI merekomendasikan agar KAHMI tidak melibatkan diri dalam organisasi Muhammadiyah? (Suko Rahadi, mantan ketua DPM Unnes)

Tulisan ini diambil dari Suara Merdeka, 19 Juli 2001
Read more...